Demak | Forum Kota,-
Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap sebagai sarana percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional sebagaimana Instruksi Presiden No.1/2016 dikhawatirkan jadi ajang untuk melegalkan praktik pungli di wilayah yang melaksanakan program tersebut. Sejumlah celah regulasi diduga dimanfaatkan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk kepentingan pribadi.
Meski SKB 3 menteri secara eksplisit menjabarkan bahwa dalam pelaksanaannya pelaksanaan program PTSL memerlukan biaya persiapan (pra PTSL) untuk : kegiatan penyiapan dokumen, pengadaan patok dan meterai dan kegiatan operasional perangkat desa/kelurahan, yang mana berdasarkan kategori wilayah, pulau Jawa-Bali masuk dalam kategori V dengan nominal biaya persiapan sebesar Rp.150 ribu. Namun fakta di lapangan menunjukkan adanya praktik pungutan berlabel biaya PTSL di sejumlah desa di Kabupaten Demak nilainya mencapai Rp.500 ribu.
Seperti hasil pantauan tim forkot di desa Mulyorejo kecamatan Demak yang menginformasikan adanya biaya PTSL sebesar Rp.500 ribu. Informasi forkot dari salah satu masyarakat pemohon PTSL yang mengaku bernama Kasno, menyatakan bahwa biaya PTSL Desa Mulyorejo sebesar Rp.500 ribu. Proses musyawarah sebagai dasar penentuan besarnya biaya yang dibebankan kepada pemohon PTSL dilakukan hanya formalitas belaka untuk menyiasati aturan. Menurut dia, indikasi itu nampak saat peserta musyawarah hanya disodori formatur kepanitiaan PTSL dan besaran biaya yang harus ditanggung bersama sebesar Rp.500 ribu. Dia berpendapat bahwa nama-nama yang diajukan sebagai tim panitia PTSL adalah “kaki tangan” lurah dan sudah dikondisikan oleh pemerintah desa untuk dipilih dalam musyawarah. Peserta hanya disodori nama nama formatur panitia untuk dimintakan persetujuan dalam forum itu. Mengenai biaya persiapan PTSL yang dibebankan kepada pemohon, dirinya juga beranggapan bahwa hal tersebut sudah dikondisikan pihak pemdes melalui panitia yang baru terbentuk pada saat itu. Warga hanya disodori rencana anggaran dan biaya yang akan dibebankan.
“Tidak ada rembugan, peserta hanya disodori RAB dan biaya yang harus ditanggung. Kita ewoh Mas, mau bilang keberatan takut diserang dan dipojokkan. Dibanding ngurus sendiri biaya segitu memang terhitung murah, tapi kemampuan tiap orang kan tidak sama. Dan kalau opsinya bayar 500 ribu atau bayar sesuai aturan pasti pemohon milih yang sesuai aturan karena lebih murah,”jelasnya.
Kepada forkot, Kasno juga menyampaikan keluhan mengenai kualitas patok yang amburadul tapi harganya sangat mahal. Menurut dia, kalau patok dibikin sendiri paling habis biaya Rp.10 ribu tapi oleh panitia dibebankan kepada pemohon dengan harga hingga 2x lipatnya. Dirinya menduga bahwa dari sisi patok saja sudah ada pemborosan.
RAB (Rencana Anggaran Belanja) kegiatan PTSL yang diajukan panitia menurut dia juga sangat janggal karena mencantumkan anggaran yang sangat besar untuk pos-pos pengeluaran yang tidak jelas.
Saat dikonfirmasi forkot mengenai pelaksanaan program PTSL Desa Mulyorejo, melalui ponselnya Minggu (30/6), Kepala Desa Mulyorejo Demak Sudharmono hanya bungkam. Kades Mulyorejo justru melakukan upaya tidak terpuji dengan menyuruh RS, seorang ketua lsm di Demak untuk menemui forum kota pada Senin (1/7/2024). Menurut RS, dia dimintai tolong oleh kades Mulyorejo untuk mengkondisikan forkot dengan menawarkan iming-iming uang bensin agar berita tidak usah dimunculkan. Dengan nada menakut-nakuti RS meminta forkot agar tidak perlu mengkritisi pelaksanaan PTSL di Desa Mulyorejo karena sudah di back up oleh oknum polres dan kejaksaan. Menurut dia, percuma mengkritisi PTSL Desa Mulyorejo karena kadesnya bilang sudah memberi atensi para oknum APH. Merasa gagal membawa misi kades Mulyorejo untuk mengkondisikan forkot dengan uang bensin, RS lalu menelepon Kades Mulyorejo lagi.
“Barusan Pak Kades bilang, dia sudah koordinasi dengan kejaksaan (oknum) dan diomongi, kalo dikasih ini (amplop) tidak mau ya sudah, biarkan saja dimuat, larinya aduan (laporan) paling juga kesini”, ujarnya.
Indikasi Perilaku Koruptif
Berdasarkan informasi yang diterima forkot di atas dan analisa perhitungan yang bisa dilakukan dengan estimasi jumlah pemohon PTSL sebanyak 800 orang, maka patut diduga ada alokasi anggaran PTSL desa Mulyorejo yang tidak terukur. Jika biaya PTSL Rp.500 rb dan perkiraan jumlah pemohon sebanyak 800 orang maka akan diperoleh dana Rp.500rb x 800 = Rp.400 juta.
Estimasi anggaran belanja sesuai perbup dan SKB 3 menteri.
a.Penggunaan biaya persiapan sesuai SKB Menteri :
1.Pungutan sesuai ketentuan SKB 3 menteri : 800 x Rp.150.000 = Rp.120.000.000
2.Biaya persiapan sesuai ketentuan SKB 3 menteri
– Biaya penyiapan dokumen sebesar Rp.20.000 per bidang :
800 x Rp.20.000. = Rp.16.000.000
– Belanja patok (sesuai aturan 1 bidang diperlukan 3 patok )
3 x 800 x Rp.12.000. = Rp.28.800.000
– Belanja materai 800 x Rp.10.000 = Rp. 8.000.000
– Kegiatan operasional petugas desa/kelurahan Rp.20.000.000
Total biaya : Rp.72.800.000
Dengan mengenakan besarnya pungutan sesuai ketentuan SKB 3 menteri sebesar Rp.150 ribu pun sebenarnya masih bisa didapat sisa biaya sebesar : Rp.120.000.000 – Rp.72.800.000 = Rp.27.200.000 ( dua puluh juta dua Ratus )
b.Penambahan biaya sebagaimana diatur dalam perbup :
– Belanja alat tulis kantor (ATK) :
Estimasi sesuai kewajaran. : Rp.2000.000
– Makan dan minum selama pelaksanaan program PTSL
Estimasi sesuai kewajaran. : Rp. 20.000.000
– Transportasi dari desa ke lokasi obyek PTSL dan sebaliknya, yang besarnya tidak melebihi standar harga barang dan jasa yang berlaku.
Estimasi sesuai kewajaran : Rp. 10.000.000
– Upah lembur selama pelaksanaan program PTSL.
Estimasi sesuai kewajaran. : Rp. 15.000.000
Total biaya penambahan sesuai perbup : Rp.47.000.000
Dengan membebankan biaya persiapan Rp.500.000 maka akan didapat sisa biaya sebesar : Rp.400.000.000 – (Rp.72.800.000 + Rp.47.000.000)= Rp.280.200.000 (dua ratus delapan puluh juta dua ratus ribu rupiah)
Berdasarkan estimasi perhitungan di atas maka pungutan biaya PTSL sebesar Rp.500.000 yang dibebankan kepada pemohon PTSL Desa Mulyorejo adalah tidak wajar dan tidak sesuai dengan asas kepatutan. Upaya membebani masyarakat tanpa memperhatikan aturan yang ada apalagi bertujuan untuk memperkaya orang perseorang maupun kelompok tertentu adalah tindakan gratifikasi dan melanggar UU Tentang Korupsi.
Terkait indikasi pungli di desa-desa yang sedang melaksanakan PTSL, Kepala Inspektorat Demak, Kurniawan Arifendi, ketika dikonfirmasi forkot melalui pesan whatsapp-nya menyatakan bahwa , biaya persiapan yang dibebankan kepada pokmas pemohon PTSL seharusnya adalah kebijakan lokal secara bertanggung jawab dan terbuka kepada masyarakat.
…………..forum kota akan terus melakukan penelusuran terkait banyaknya penyimpangan dalam pelaksanaan program PTSL di kabupaten Demak dan peran aparat penegak hukum yang disebut-sebut menerima atensi untuk melakukan back up. ***tim forkot.
………………….
(bersambung)