Demak | Forum Kota,-
Program.Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap sebagai sarana percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional sebagaimana Instruksi Presiden No.1/2016 dikhawatirkan jadi ajang untuk melegalkan praktik pungli di wilayah yang melaksanakan program tersebut. Sejumlah celah regulasi diduga dimanfaatkan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk kepentingan pribadi.
Meski SKB ( Surat Keputusan Bersama) 3 Menteri nomor 25/SKP/V/2017 yang ditandatangani 3 menteri yaitu Menteri ATR/ Kepala BPN, Mendagri dan Menteri Desa PDT secara jelas menyatakan bahwa biaya persiapan pelaksanaan PTSL untuk wilayah Jawa-Bali sebesar Rp.150 ribu, namun fakta di lapangan menunjukkan adanya praktik pungutan berlabel biaya PTSL di sejumlah desa di Kabupaten Demak nilainya mencapai lebih dari Rp.500 ribu.
SKB 3 menteri secara eksplisit menjabarkan bahwa dalam pelaksanaannya pelaksanaan program PTSL memerlukan biaya persiapan untuk : kegiatan penyiapan dokumen, pengadaan patok dan meterai dan kegiatan operasional perangkat desa/kelurahan, yang mana berdasarkan kategori wilayah, pulau Jawa-Bali masuk dalam kategori V dengan nominal biaya persiapan sebesar Rp.150 ribu.
Regulasi lokal, Perbup Demak 89/2019 yang idealnya bisa menjadi penutup celah aturan di level atasnya justru kontra produktif karena membuka peluang oknum-oknum pelaksana kegiatan PTSL di Demak untuk menangguk di air keruh. Sebagaimana tercantum dalam pasal 8 ayat 2 perbup 89/2019 yang memperbolehkan nemungut biaya di atas Rp.150 ribu apabila biaya kegiatan persiapan mengalami kenaikan, asal dilakukan setelah melalui proses musyawarah antar masyarakat pemohon PTSL.
Selain membolehkan menarik biaya persiapan di atas ketentuan SKB 3 Menteri di atas, perbup 89/2019 juga tidak mencantumkan batas maksimal biaya persiapan yang harus ditanggung masyarakat pemohon PTSL. Bahkan perbup inipun tidak mengatur secara jelas standar biaya kegiatan lain yang menjadi bagian dari proses kegiatan persiapan.
Pasal 11 Perbup 89/2019 yang menyatakan pemerintah desa/kelurahan memfasilitasi pembentukan masyarakat pemohon PTSL, juga menjadi celah untuk dimanfaatkan.
Hasil investigasi tim forkot di lapangan menemukan adanya pemanfaatan celah dalam pasal-pasal tersebut di atas nampak di beberapa desa yang melaksanakan program PTSL 2024 kabupaten Demak…
Seperti hasil pantauan tim forkot di desa Kalisari kecamatan Sayung. Tim forkot menemukan adanya indikasi pengkondisian dalam proses musyawarah pokmas pemohon PTSL yang difasilitasi pemdes setempat.
Berdasarkan informasi forkot dari salah satu masyarakat pemohon PTSL yang mengaku bernama Kemat, menyatakan bahwa proses musyawarah dilakukan hanya formalitas belaka untuk menyiasati aturan dalam perbup. Menurut dia, indikasi itu nampak saat peserta musyawarah hanya disodori formatur kepanitiaan PTSL dan besaran biaya yang harus ditanggung bersama sebesar Rp.500 ribu. Dia berpendapat bahwa nama-nama yang diajukan sebagai tim panitia PTSL adalah “kaki tangan” lurah dan sudah dikondisikan oleh pemerintah desa untuk dipilih dalam musyawarah. Mengenai biaya persiapan PTSL yang dibebankan kepada pemohon, dirinya juga beranggapan bahwa hal tersebut sudah dikondisikan pihak pemdes sebelum ada musyawarah. Warga hanya disodori rencana anggaran dan biaya yang akan dibebankan.
Kepada forkot, Kemat juga menyampaikan keluhan mengenai kualitas patok yang amburadul tapi harganya sangat mahal. Menurut dia, kalau patok dibikin sendiri paling habis biaya Rp.10 ribu tapi oleh panitia dibebankan kepada pemohon dengan harga hingga 2x lipatnya. Dirinya menduga bahwa dari sisi patok saja sudah ada pemborosan.
RAB (Rencana Anggaran Belanja) kegiatan PTSL yang diajukan panitia menurut dia juga sangat janggal karena mencantumkan anggaran yang sangat besar untuk pos-pos pengeluaran yang tidak jelas.
Saat dikonfirmasi forkot melalui ponselnya (15/6), Kepala Desa Kalisari Sugiyono menyatakan bahwa pelaksana PTSL di Kalisari adalah panitia yang dibentuk berdasarkan Perdes.
“Berdasarkan perdes tentang pelaksanaan PTSL di Ds Kalisari dibentuk panitia di situ ada ketua dan anggauta begitu Mas?,” ujar Sugiyono melalui pesan whatsapp-nya kepada forkot.
Melalui ponselnya, Kades Kalisari Sugiyono juga berdalih bahwa sesuai perdes tanggung jawab pelaksanaan PTSL ada pada ketua panitia. Namun saat ditanya lebih lanjut mengenai materi perdes tersebut dirinya tidak bisa menjawab dan melempar kepada Ketua Panitia PTSL untuk menjawab.
Dari Ketua panitia PTSL desa Kalisari, forkot gagal memperoleh infornasi apapun karena orang yang ditunjuk kades untuk menjawab permasalahan hanya bungkam saat dikonfirmasi forkot melalui pesan whatsapp-nya.
Berdasarkan jawaban Kades Kalisari yang menyatakan bahwa pelaksanaan PTSL di desanya berdasarkan perdes (peraturan desa), tim forkot melakukan konfirmasi kepada Camat Sayung Sukarman~mengenai ada tidaknya koordinasi antara pihak pemerintah desa dan kecamatan terkait perdes tentang pelaksanaan PTSL di desa Kalisari. Saat dikonfirmasi forkot melalui ponselnya (15/6), Camat Sayung Sukarman secara tegas menjawab tidak ada koordinasi antara pemdes Kalisari dan Camat Sayung selaku pembina wilayah.
Berdasarkan informasi yang diterima forkot di atas dan analisa perhitungan yang bisa dilakukan dengan asumsi jumlah pemohon PTSL sebanyak 500 orang, maka patut diduga ada alokasi anggaran PTSL desa Kalisari yang tidak terukur. Jika biaya PTSL Rp.500 rb dan perkiraan jumlah pemohon sebanyak 500 orang maka akan diperoleh dana Rp.500rb x 500 = Rp.250 juta. Sementara biaya estimasi biaya pengeluaran yang digunakan sebagai biaya persiapan PTSL meliputi :
– Patok : sesuai perbup adalah 3 buah/pemohon, dengan harga pasaran di toko bangunan maks. Rp.15rb. Perkiraan anggaran untuk patok : 500 x 3 x Rp.15.000 = Rp.22,5 juta.
– Matre 500xRp.10.000 =Rp.5 Juta
– biaya lain-lain : konsumsi, transportasi, rapat, biaya angkut patok dll sebesar Rp.20 Juta
Total : Rp.47,5 Juta
Dari estimasi hitungan biaya persiapan yang sesuai dengan asas kewajaran maka akan ada sisa biaya yang sangat besar dari total biaya pemohon.
Berdasarkan informasi yang diperoleh forkot di atas dan analisa hitungan biaya persiapan PTSL yang sesuai dengan asas kewajaran maka patut dapat diduga pemerintah desa Kalisari Sayung melanggar pasal 10 Perbup Demak 89/2019 yang menyatakan bahwa pengumpulan biaya persiapan PTSL tidak boleh memperkaya orang perseorangan atau kelompok masyarakat tertentu. Sebagaimana tercantum dalam protap standar pemeriksaan auditor pemerintah, pelanggaran juklak kegiatan seperti yang tertulis dalam perbup berpotensi masuk pada ranah pidana khusus yaitu tindak pidana korupsi
Terkait indikasi pungli di desa-desa yang sedang melaksanakan PTSL, Kepala Inspektorat Demak, Kurniawan Arifendi, ketika dikonfirmasi forkot melalui pesan whatsapp-nya menyatakan bahwa dalam SKB 3 menteri ada beberapa komponen biaya yg tidak masuk di dalamnya. Menurut dia, biaya persiapan yang dibebankan kepada pokmas pemohon PTSL seharusnya adalah kebijakan lokal secara bertanggung jawab dan terbuka kepada masyarakat.
Berdasarkan SKB 3 Menteri di atas inspektorat daerah juga wajib berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dalam penanganan pengaduan masyarakat terkait PTSL, sesuai dengan pasal 385 UU/23/2014 tentang Pemerintah Daerah.
…………..
(bersambung)
***tim forkot